'Ascaris Lumbricoides' Waspada Parasit Ini Bisa Ditubuh Manusia Segala Usia
INEWS- Ascaris Lumbricoides adalah
cacing parasit yang inang (hospes) satu satunya adalah manusia. oleh
karena itu, cacing Ascaris Lumbricoides ini merupakan penyebab penyakit
parasit kedua. Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis. pada
manusia, cacing askaris hidupdan berkembang di usus.
Cacing parasit ini ditemukan komplosit. Survei yang dilakukan di Indonesia antara tahun 1970-1980 menunjukkan pada umumnya prevalensi 70% atau lebih. Prevalensi tinggi sebesar 78,5% dan 72, 6% masih ditemukan pada tahun 1998 pada sejumlah murid dua sekolah di Lombok. Di Jakarta sudah dilakukan pemberantasan secara sistematis terhadap cacing yang ditularkan melalui tanah sejak 1987 di sekolah-sekolah dasar. Prevalensi Ascaris sebesar 16,8% di beberapa sekolah di Jakarta Timur pada tahun 1994 turun menjadi 4,9% pada tahun 2000.
Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan yang betina 22-35 cm. Stadium dewasa hidup di rongga usus muda. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000 – 200.000 butir sehari; terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.
Telur yang dibuahi, besarnya kurang lebih 60 x 45 mikron dan yang tidak dibuahi 90 x 40 mikron. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu.
Bentuk efektif ini, bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu di alirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan.
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva.
Ganguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi
pendarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai dengan batuk, demam dan eosinofilia. Ada foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 mingggu. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.
pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi. efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini menggumpal dalam usus sehigga terjadi obstruksi usus (ileus).
Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan operatif.
cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung. adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis. selain itu diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung maupun melalui tinja.
pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara masal pada masyarakat. untuk perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya piperasin dosis tunggal untuk dewasa 3-4 gram, untuk anak 25 mg/kgBB, pirantel pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB, mebendazol 2 x 100 mg/hari selama 3 hari atau 500 mg dosis tunggal, albendazol dosis tunggal 400 mg.
oksantel – pirantel pamoat adalah obat yang dapat digunakan untuk infeksi campuran A. lumbricoides dan T. trichiura. untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat, yaitu :
a. obat mudah diterima masyarakat
b. aturan pemakaian sederhana
c. mempunyai efek samping yang minim
d. bersiat polivalen, sehingga dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing
e. harganya murah
Pada umumnya askariasis mempunyai prognosis baik. tanpa pengobatan, infeksi cacing ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun. dengan pengobatan, kesembuhan diperoleh antara 70-99%.
Indonesia merupakan pravalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. frekuensinya antara 60-90%. kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah. hal ini akan memudahkan terjadinya reinfeksi. di negara-negara tertentu terdapat kebiasaan memakain tinja sebagai pupuk.
Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar antara 25 30 C merupakan hal-hal yang sangat baik untuk berkembangnya telur A. lumbricoides menjadi bentuk infektif. anjuran mencuci tangan sebelum makan, menggunting kuku secara teratur, pemakaian jamban keluarga serta pemeliharaan kesehatan pribadi dan lingkungan dapat mencegah askariasis.
Cacing parasit ini ditemukan komplosit. Survei yang dilakukan di Indonesia antara tahun 1970-1980 menunjukkan pada umumnya prevalensi 70% atau lebih. Prevalensi tinggi sebesar 78,5% dan 72, 6% masih ditemukan pada tahun 1998 pada sejumlah murid dua sekolah di Lombok. Di Jakarta sudah dilakukan pemberantasan secara sistematis terhadap cacing yang ditularkan melalui tanah sejak 1987 di sekolah-sekolah dasar. Prevalensi Ascaris sebesar 16,8% di beberapa sekolah di Jakarta Timur pada tahun 1994 turun menjadi 4,9% pada tahun 2000.
Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan yang betina 22-35 cm. Stadium dewasa hidup di rongga usus muda. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000 – 200.000 butir sehari; terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.
Telur yang dibuahi, besarnya kurang lebih 60 x 45 mikron dan yang tidak dibuahi 90 x 40 mikron. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu.
Bentuk efektif ini, bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu di alirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan.
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva.
Ganguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi
pendarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai dengan batuk, demam dan eosinofilia. Ada foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 mingggu. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.
pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi. efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini menggumpal dalam usus sehigga terjadi obstruksi usus (ileus).
Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan operatif.
cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung. adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis. selain itu diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung maupun melalui tinja.
pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara masal pada masyarakat. untuk perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya piperasin dosis tunggal untuk dewasa 3-4 gram, untuk anak 25 mg/kgBB, pirantel pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB, mebendazol 2 x 100 mg/hari selama 3 hari atau 500 mg dosis tunggal, albendazol dosis tunggal 400 mg.
oksantel – pirantel pamoat adalah obat yang dapat digunakan untuk infeksi campuran A. lumbricoides dan T. trichiura. untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat, yaitu :
a. obat mudah diterima masyarakat
b. aturan pemakaian sederhana
c. mempunyai efek samping yang minim
d. bersiat polivalen, sehingga dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing
e. harganya murah
Pada umumnya askariasis mempunyai prognosis baik. tanpa pengobatan, infeksi cacing ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun. dengan pengobatan, kesembuhan diperoleh antara 70-99%.
Indonesia merupakan pravalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. frekuensinya antara 60-90%. kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah. hal ini akan memudahkan terjadinya reinfeksi. di negara-negara tertentu terdapat kebiasaan memakain tinja sebagai pupuk.
Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar antara 25 30 C merupakan hal-hal yang sangat baik untuk berkembangnya telur A. lumbricoides menjadi bentuk infektif. anjuran mencuci tangan sebelum makan, menggunting kuku secara teratur, pemakaian jamban keluarga serta pemeliharaan kesehatan pribadi dan lingkungan dapat mencegah askariasis.
#Gan
Tidak ada komentar